Valentine's day..
Yah, saya mengenal
istilah “itu” pada saat kelas 6 SD. Tidak terlalu paham apa makna di
dalamnya, namun saat itu yang saya lakukan adalah member ikan sebuah wafer
coklat Superman kepada ketiga sahabat saya.
Selanjutnya, pertama kalinya saya memberikan coklat kepada
lawan jenis, “cowok”, saat kelas 2 SMP.
Ah..saya merasakan getaran-getaran ABG
(Anak Baru Gede) kala itu. Membeli sebuah coklat dengan harga cukup mahal,
berbentuk hati, bertuliskan “I LOVE YOU” dengan bungkus berhiaskan pita merah
jambu. Manis bukan? Sayangnya saya tidak memberikannya sendiri dan harus
melalui calo, teman saya.
Valentine di tahun-tahun kemudian seperti sebuah tren biasa,
saya berbagi coklat dengan sahabat dekat. Tidak ada dinner, bunga mawar, kado
manis atau apapun dengan embel-embel kasih sayang.
Seolah semakin menua, dan tidak menemukan esensi dari
perayaan tersebut, Valentine hanya menjadi sebuah tema dalam budaya pop yang
tidak lain adalah gimmick bisnis yang memang menjadi sebuah momentum marketing untuk
berbagai industri. Dan buat saya, tidak terlalu penting. Lagi.
Valentine 2013 ini, bersama dengan Manager Siaran, saya diundang SMP Marsudirini St.
Theresia Surakarta. Yang menurut instruksi pihak sekolah, saya diminta untuk
sharing mengenai apa itu makna kasih sayang.
Cukup kaget ketika melihat Valentine’s Day merupakan
perayaan yang penting di sekolah tersebut. Setelah doa pagi, seluruh siswa dan
guru berkumpul di halaman sekolah. 30 menit saya diberikan kesempatan untuk
berbicara di hadapan mereka.
Ketika diminta berbicara mengenai kasih sayang, dalam benak
saya secara otomatis tergambar wajah-wajah orang-orang yang saya sayangi. Mama,
abah, kedua adik saya, kekasih , seolah silih berganti membuat sebuah abstrak
memori yang hanya mampu saya lihat. Saya tidak mampu menggambar apa itu kasih
sayang,namun sebuah aliran energi membuncah di dalam dada. Dan disana saya meresakan
energi Tuhan, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Masih berdiri dihadapan keluarga SMP Marsudirini, s
aya
berteriak dengan lantang “ Adakah yang tadi pagi sebelum berangkat sekolah
berpamitan dengan orang tuanya?”. Beberapa tangan terulur naik.
“Apakah kalian merasakan kasih sayang orang tua kalian?”
“Ya.” Jawab beberapa siswa dengan lantang juga.
“Kasih sayang orang tua bukan berwujud banyaknya uang saku
yang kalian terima. Kasih sayang, adalah aliran doa yang dipanjatkan kepada
Tuhan, restu dalam setiap dekapan dan harapan
yang mengiringi di setiap kalian melangkah.Kemanapun. Kapanpun”, teriak saya. Sebenarnya lebih kepada untuk saya sendiri, yang tergerak untuk mengatakan
kata-kata, yang sebenarnya tidak masuk dalam kamus kosa kata hidup saya.
Terlalu klise ketika kasih sayang, dijabarkan dalam
diskripsi tekstual. Seperti halnya emosi marah, benci, rindu, kasih sayang
hanya mampu terjabarkan oleh hati yang merasakan.
Hingga detik ini, saya bersyukur masih diberi kesempatan
untuk merasakan apa itu kasih sayang. Untuk setiap zat dimuka bumi, disetiap
hembusan nafas hidup.
Terlalu sempit bila kasih sayang hanya berupa simbolis
romantisme seperti coklat, red rose, pink
teddy bear, dinner, yang mungkin terasa begitu “apik”and so romatic diberikan tepat pada tanggal 14 Februari. Padahal
ketika barang-barang itu diberikan pada hari lain, sebenarnya rasanya pun sama
saja. Sama bahagianya bagi si penerima. So, ketika harus memberikan kasih
sayang itu secara simbolis, adakah sesuatu yang bisa kita berikan setiap hari?
Yang mungkin tidak mahal, tidak repot, tidak harus dibungkus kado, tidak pink
dan tidak harus tanggal 14 februari??
Doa..
Dan mari memanjatkan doa sebagi bukti kasih sayangmu. Everyday…
|
Thankyouuuu so much ... keluarga besar SMP Marsudirini... :* |