Pembayaran Digital dengan QR Indonesia Standard, Cara Milenial Dukung Inklusi Keuangan

9.12.19

Mana yang lebih kamu khawatirkan, ketinggalan dompet atau ketinggalan smartphone? 

Pertanyaan ini saya tanyakan ke lima orang kawan beberapa waktu lalu dalam sebuah obrolan di warung kopi modern. Kelimanya sontak sepakat menjawab bahwa jangan sampai smartphone ketinggalan di rumah. 

"Bisa berabe", katanya. 

Sayapun menginyakan. Rasanya jika tidak ada smartphone di "genggaman" seolah ada rasa ketakutan "fear of missing out", ketinggalan interaksi penting yang kaitannya dengan jejaring dan pekerjaan. Di sisi lain smartphone menjadi alat yang multitasking. Tidak hanya menghubungkan komunikasi antar personal, akses informasi di dunia maya, namun kini telah bertansformasi sebagai penghubung mitra transportasi (layanan ojek online), mempermudah deliverorder makanan dan barang, pemesanan layanan jasa seperti pijat, make up, bengkel dan lain sebagainya, transaksi perbankan juga  menjadi alat transaksi pembayaran.

Saya adalah bagian dari generasi Y atau yang biasa disebut sebagai generasi milenial yang terlahir antara tahun 1983an hingga 1998. Digital native itulah salah satu predikat yang disematkan kepada milenial seperti kami. Dunia digital menjadi keseharian. Menggunakan teknologi seperti internet, komputer dan perangkat mobile dalam memperoleh informasi dan pengetahuan, serta adaptif dalam berbagai kemajuan teknologi menjadi salah satu ciri para digital native.

AIDA to AISAS

Sumber gambar : slideplayer.com
Meski menjadi bagian dari generasi milenial, saya cukup beruntung dapat merasakan fase transformasi teknologi dari analog ke digital. Saat sekolah dasar dulu, saya masih suka asyik berteleponan dengan telepon rumah sehingga hapal betul puluhan nomor telepon kawan. Saya juga merasakan bahwa iklan di televisi yang begitu menggoda sanggup membuat saya langsung menuju ke warung kelontong terdekat untuk membeli produk yang diiklankan. Saya juga mengalami takutnya ketinggalan dompet, dan berdampak susahnya membeli makanan di kantin sekolah atau supermarket.

Era digital telah mengubah perilaku saya sebagai konsumen. Pada teori pengambilan keputusan konsumen, kita mengenal AIDA (Awareness, Interest, Desire and Action) yakni saat saya melihat sebuah produk diiklankan dan kemudian saya tertarik dan merasa membutuhkn produk tersebut, saya akan langsung melakukan aksi dengan membeli produk tersebut di toko. 

Namun, internet dan social media telah mengubah perilaku AIDA ini menjadi AISAS (Awareness, Interest, Search, Action, Share). Yakni, ketika saya melihat iklan suatu produk, kemudian saya tertarik dengan produk tersebut, maka yang saya lakukan kemudian adalah mencari informasi produk di internet. Di internet inilah terjadi interaksi electronic word of mouth di mana kita menemukan informasi produk baik dari produsen maupun dari rekomendasi konsumen yang telah menggunakan produk sebelumnya. Baru setelah saya yakin dengan keunggulan dan terdorong kebutuhan akan pembelian produk itu, maka saya melakukan aksi pembelian. Ternyata proses tidak berhenti di sini. Ada dorongan untuk berbagi pengalaman menggunakan produk melalui internet. Bisa dengan hanya menulis status di facebook, hingga membuat review audio visual di blog dan youtube.

Search dan share menjadi suatu konsep tahapan yang muncul akibat mudahnya mecari informasi dan berbagi lewat sosial media. Itu mengapa AISAS menjadi teori perilaku konsumen era modern.

Cashless to Cardless


Perubahan perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian tentu saja diiringi dengan perubahan dalam mengeksekusi minat beli. Saya bukan hanya tidak mau ribet urusan beli barang, namun, juga pada kemudahan proses pembayaran. Pada penelitian yang saya lakukan pada tahun 2017 berjudul Peran Mediasi Citra Merek dan Persepsi Risiko pada Hubungan antara Electronic  Word  of  Mouth  (E-WOM)  dan  Minat  Beli, para milenial sadar betul akan berbagai risiko bertransaksi digital. Meski demikian kami memiliki ekspektasi yang tinggi akan layanan teknologi pembayaran yang aman dan nyaman.

Belajar dari sejarah, manusia pada zaman dahulu menggunakan sistem barter dalam transaksi finansial. Kemudian sistem barter berubah dan digantikan oleh uang logam dan kertas. Namun, dengan teknologi yang semakin maju, sekarang pengunaan uang logam dan kertas pun mulai tergantikan dengan sistem cashless.

Cashless merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan transaksi finansial yang tidak lagi menggunakan uang tunai (baik berupa logam maupun kertas). Hal ini seiring dengan program pemerintah melalui Bank Indonesia yang telah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014. GNNT ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga secara bertahap terbentuklah suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. 

Maka terbentuklah cashless society yang merupakan cara pandang baru di dalam masyarakat dalam memandang hakikat uang, terkait  penggunaanya dalam bertransaksi. Di mana uang dianggap sebagai sebuah alat, dan bukan entitas fisik semata. Kehadiran uang eletronik juga mendorong aktivitas pembayaran elektronik yang tidak lagi membutuhkan bentuk uang secara fisik atau nyata.

Jumlah pengguna internet sebesar 54,7 persen dari total populasi penduduk Indonesia, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) dalam survei "Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017", telah mendorong banyak perusahaan financial technology untuk membuat layanan keuangan digital  untuk transaksi pembayaran. Implikasinya kehadiran berbagai aplikasi pembayaran digital secara perlahan juga mengurangi penggunaan kartu seperti kartu debit dan kartu kredit atau cardless. Sebagai pengguna, cardless juga dinilai meminimalisasi potensi kehilangan uang maupun kartu fisik.

Fintech pembayaran seperti GOPAY, OVO, Dana, Doku, Midtrans, juga LinkAja yang merupakan perusahaan patungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  hadir dengan memberikan layanan dompet digital atau digital wallet. Dompet digital ini memungkinkan penggunanya untuk menyimpan uang di aplikasi, kemudian memanfaatkannya untuk transaksi pembayaran di merchant offline maupun online secara real time. Mobilitas digital payment pun lebih cepat untuk bertransaksi, karena dipermudah oleh teknologi yang multichannel antar pengguna maupun merchant.

Salah satu pengalaman bertransaksi yang cukup sering saya lakukan adalah pembayaran di merchant restauran. Menariknya, merchant memberikan cashback yang terbilang lumayan mulai dari 10-50% untuk sekali transaksi. Pada counter kasir restauran sudah dilengkapai dengan informasi QR code payment. Saya tinggal melakukan pemindaian barcode dengan menggunakan aplikasi digital payment. Kemudian saya masukkan nominal pembayaran, dan autorisasi dengan personal password. Tidak membutuhkan waktu lama, maka proses pembayaran selesai.

Perusahaan Jepang Denso-Wave di tahun 1994 membuat QR Code atau kode QR yakni  sebuah kode matriks (kode dua dimensi) . The “QR” -Quick Response,  memuat berbagai informasi di dalamnya seperti teks, nomor telepon, dan alamat URL, yang biasanya diletakkan pada produk untuk menunjukkan informasi tambahan dari produk tersebut. Kode QR telah menjadi salah satu pilihan untuk sistem pembayaran agar transaksi dapat berjalan lebih cepat, efisien, dan tentunya cashless.

Transformasi Digital Sistem Pembayaran Indonesia


Jika kita perhatikan pembayaran menggunakan QR code payment saat ini punya mesin dan sistem yang berbeda. Selain itu pembayaran dengan QR code rasanya hanya bisa dilakukan di mall-mall atau restauran besar saja. Hampir tidak pernah saya menemukan pembayaran digital dilakukan di pasar dan masih terbatas di toko atau kedai UMKM/UKM.

Penggunaan QR code pada transaksi pembayaran (dokumentasi pribadi)


Maka sebagai langkah awal transformasi digital di sistem pembayaran Indonesia, Bank Indonesia meluncurkan QR Code Indonesia Standard (QRIS) pada bulan Mei 2019. Kehadiran QRIS memungkinkan pembayaran melalui QR akan terinterkoneksi berbagai instrumen sistem pembayaran yang lebih luas dan mengakomodasi kebutuhan spesifik negara serta terinteropabilitas dengan menggunakan satu standar QR Code. 

QRIS akan mampu mendorong efisiensi transaksi, mempercepat inklusi keuangan, membantu percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan digital serta memajukan UMKM, yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Metode QR code payment sendiri terdiri dari 2 display kode QR di merchant yang kemudian dapat di-scan menggunakan ponsel konsumen. Pertama, statis atau Merchant Presented Mode (MPM). QR code jenis ini ditampilkan melalui stiker atau hasil cetak lain yang dapat digunakan pada tiap transaksi pembayaran. QR Code belum mengandung nominal pembayaran yang harus dibayar, sehingga pengguna perlu memasukkan jumlah nominal pada aplikasinya. Penjual atau merchant harus memastikan terlebih dahulu apakah sudah mendapatkan notifikasi status transaksi, bila sudah artinya transaksi sudah berhasil. 

Yang kedua, dinamis atau Costumer Presented Mode (CPM). QR Code ditampilkan melalui struk yang dicetak mesin EDC atau ditampilkan pada monitor. QR Code yang berbeda dicetak untuk setiap transaksi pembayaran dan telah mengandung nominal pembayaran yang harus dibayar konsumen.

QRIS ini disusun oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dengan menggunakan standar internasional EMV Co.1. Pada tahap pengenalan QRIS akan difokuskan pada QR Code Payment model Merchant Presented Mode (MPM). Mulai 1 Januari 2020 QRIS akan berlaku efektif secara nasional. Saat ini Bank Indonesia terus melakukan sosialisasi penggunaan QRIS salah satunya melalui event #feskabi2019 yang diadakan di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Oktober 2019.

QR Code Indonesia Standard hadir dengan mengusung semangat UNGGUL yang mengandung makna UNiversal, GampanG, Untung, dan Langsung. 

✔️ Universal yakni QRIS dapat berlaku secara nasional dan internasional. Dapat digunakan seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan transaksi keuangan elektronik sehari-hari. 

✔️ Unggul  yakni  pengguna QRIS tidak akan mengalami kesulitan dalam menggunakannya karena QRIS dapat langsung ditaping pada ponsel masing-masing.

✔️ Untung yakni QRIS pun memberi keuntungan kepada setiap penggunanya, baik masyarakat kecil, pengusaha maupun perbankan dan fintech

✔️Langsung (real time) yakni transaksi seketika bisa kita lakukan, tidak hanya transaksi jual beli tapi juga transaksi pembayarannya.

Transaksi menjadi lebih mudah, bukan? Nah, pemberlakuan QRIS bagi Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) juga untuk mengatasi munculnya monopoli bisnis. Bila sudah terstandarisasi nantinya sistem pembayaran ini dapat diawasi satu pintu oleh regulator dengan lebih baik.  



Milenial Mendukung Inklusi Keuangan


Inklusi keuangan adalah keikutsertaan masyarakat dalam memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal seperti sarana menyimpan uang yang aman, transfer, menabung maupun pinjaman dan asuransi. Di Indonesia, masyarakat yang memiliki keleluasaan akses  dengan jasa keuangan terhitung hanya sebesar 36 persen saja. ( Global Findex, 2014)

Itu mengapa para milenial yang merupakan digital native diharapkan secara aktif mendukung inklusi keuangan. Dengan keberadaan QR Code Indonesia Standard (QRIS) maka akan semakin mempermudah para milenial dalam melakukan transaksi menggunakan uang eletronik. Kabar baiknya akan ada empat negara yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina  bekerja sama untuk meningkatkan sistem pembayaran. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan di setiap negara. 

Oiya, jangan lupa! Sebagai pengguna QR code payment kita tetap harus berhati-hati akan pemalsuan kode QR oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jangan sampai akun pengguna QR code disabotaseyang berujung dengan cyber crime (mengungkap identitas pengguna atau mengganti QR Code berisi virus atau malware).

Maka, setiap stakeholder pada ekosistem pembayaran digital perlu membangun keamanan guna menghindari ancaman kejahatan. Bagi perbankan diharapkan meningkatkan teknologi aplikasi, server, dan sumber daya manusianya.

Berdasarkan informasi yang ditampilkan dalam website resmi OJK, berikut ini adalah beberapa langkah pencegahan yang dapat kita lakukan dalam bertransaksi aman dan nyaman menggunakan QR code

1. Menggunakan pemindai QR code yang memiliki fitur pengamanan. Pengguna aplikasi juga dimungkinkan untuk melihat seluruh URL sebelum membuka situs web terkait dan melakukan analisis apakah alamat yang dituju cukup aman atau berpotensi membahayakan.

2. Tidak sembarangan melakukan pemindaian pada QR code yang tidak dikenal.

3. Periksa QR code secara fisik, untuk memastikan keaslian QR code. Perhatikan apakah fisik QR code tidak ditutupi dengan QR code lain dalam bentuk stiker atau lainnya. Untuk memastikan, tidak ada salahnya pengguna menanyakan pada merchant apakah QR code tersebut benar.


Yuk, para milenial sukseskan transformasi digital sistem pembayaran di Indonesia. Kita #gairahkanekonomi dengan #pakaiQRstandar dan menjadi bagian dari cashless society. Bertransaksi menjadi lebih aman, nyaman dan efisien serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.









Referensi

Amaly, L., & Hudrasyah, H. 2012. Measuring effectiveness of marketing communication using AISAS ARCAS model. Journal of Business and Management, 1(5), 352-364.
Barry, T. E., & Howard, D. J. 1990. A review and critique of the hierarchy of effects in advertising. International Journal of Advertising, 9(2), 121-135.
Noor Eriza, Zahra. 2017. Peran Mediasi Citra Merek dan Persepsi Risiko pada Hubungan antara Electronic  Word  of  Mouth  (E-WOM)  dan  Minat  Beli  (Studi  pada  Konsumen  Kosmetik  E- Commerce di Solo Raya). Jurnal Komuniti Vol 9 No 1

Situs daring

https://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/Pages/Bank-Indonesia-Terbitkan-Ketentuan-Pelaksanaan-QRIS.aspx (diakses pada 25 Oktober 2019)
https://www.itproportal.com/features/digital-payments-in-2018-how-millennials-are-driving-next-gen-commerce/ (diakses pada 25 Oktober 2019)
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10522 (diakses pada 25 Oktober 2019)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190308142700-83-375574/waspada-bahaya-mengintai-di-era-cashless-society (diakses pada 25 Oktober 2019)
https://kumparan.com/venture/perlahan-tapi-pasti-indonesia-kejarmimpi-menuju-era-cashless-society-1551095668506546886 (diakses pada 26 Oktober 2019)
https://keuangan.kontan.co.id/news/bi-luncurkan-qr-indonesia-standar-sebagai-transformasi-digital-sistem-pembayaran (diakses pada 26 Oktober 2019)
https://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/program/Contents/default.aspx (diakses pada 26 Oktober 2019)
https://money.kompas.com/read/2019/08/17/113149726/bi-luncurkan-qr-code-berstandar-indonesia (diakses pada 26 Oktober 2019)




See you on the next blogpost.






Thank you, 




13 comments on "Pembayaran Digital dengan QR Indonesia Standard, Cara Milenial Dukung Inklusi Keuangan"
  1. sekarang saya lebih sering transaksi gopay daripada cash...produk yang bagus juga mendukung penggunaan sih

    ReplyDelete
  2. Aku setuju banget kalau jaman sekarang kalau ketinggalan hp udah berabe banget dibanding ketinggalan dompet :')
    Aku udah jadi generasi cardless tapi karena cardless, aplikasi di hp jadi numpuk karena tiap merchant punya aplikasi masing-masing hahaha.

    WORDS OF THE DREAMER

    ReplyDelete
  3. Saya sendiri juga lebih sering pake uang elektronik, alasannya simple.. biar nggak kebanyakan kembalian dalam bentuk receh wkwkwk

    ReplyDelete
  4. Akupun akan jawab yang sama, lebih galow kalo ketinggalan Smartphone, mati gaya ga bisa jajan smart pake QR hahhahah lebih murah banyak kesbek dan ga khawatir takut kehilangan dan dicopet .

    ReplyDelete
  5. Sekarang untuk transaksi jadi lebih mudah ya dengan adanya QR Code ini.
    Dan ya benar, kita juga kudu waspada terhadap ancaman kejahatan ya, khususnya buat generasi milenial nih karena kan sekarang eranya semua pembayaran sudah menggunakan QR code.

    ReplyDelete
  6. Lebih enak kalau pakai dompet digital sih sebenarnya cuma perasaan waswas kalau rekening dibobol tetap ada ya. Semoga dengan penerapan cashless ini semakin meningkatkan awareness keamanan dari dompet digital itu sendiri.

    ReplyDelete
  7. Iyaa, klo ketinggalan hp rasanya di tangan tuh gimana gitu ya mba. Hihi
    Digital gini, sering nggak punya uang cash 😁 saking cashlessnya. Uang tunai untuk belanja di pasar biasanya aku.. makin canggih aj ya. Wah generasi anak2 nanti lebih canggih yaa

    ReplyDelete
  8. pembayaran sistem cashless ini banyak keuntungannya ya, tapi tetap saja saya merasa harus punya uang tunai. APalagi saya merasa kalau dengan membayar tunai kita masih bisa berinteraksi dengan penjual. Apa jadinya kalau semua jual beli menggunakan cashless ya? hehe

    ReplyDelete
  9. Ku sudah cashless dan cardless dari kapan. Jadi ada dompet pun biasa buat jaga-jaga aja jumlah uangnya. Adanya QRIS begini pasti akan lebih membantu semua untuk bertransaksi di era digital ini

    ReplyDelete
  10. Heheh iya skrng kalau gak bawa dompte gk maslah yang penting jangan lupa bawa henpon, tentunya jangan lupa isi sldonya full duluuu wkkwkwk :D
    Wah ternyta QR berlaku internasional juga ya mbak, tapi pakai apa aplikasi ewalletnya ya andai kita ke luar negeri gtu? :D

    ReplyDelete
  11. Cardless atau cashless? Saya pilih cashless, tapi ya gitu deh ngisi depositnya tidak banyak, cukup kalau mau beli go food, naik ojol atau kalau saat mau dipakai baru deh ditambah lagi saldonya sesuai kebutuhan pembayaran.

    ReplyDelete
  12. Semakin kesini semakin mudah ya mba Belanda lewat QR code gak perlu lagi bawa cashless Aman iniblebih praktis gk kudu antri nunggu kmbalian

    ReplyDelete
  13. Membayar dengan QR paling sering aku lakukan, cuman memang agak ngeri sih, kudu lebih hati-hati sekarang ini ya.

    ReplyDelete

You made it all the way here! Thanks for reading. :)
(Untuk meninggalkan komentar, sebaiknya jangan memilih Anonymous agar tidak menjadi brokenlink dan saya hapus.
Tulis saja nama dan url Google/facebook biar lebih aman)

Auto Post Signature