Membangun Empati di Kelas Virtual

3.7.20
PELATIHAN PEMBICARA ONLINE


Kegelisahan pembicara online.


Bagi saya, tidak masalah jika audiens tidak berpakaian rapi, atau background berantakan. Tapi keberanian memunculkan wajah pada layar video adalah salah satu upaya untuk saling menghargai proses komunikasi/ proses belajar yang sedang berlangsung.

Meski terbiasa siaran radio dan podcast, atau melakukan IG Live dan bikin vlog, nyatanya video conference memberikan tantangan tersendiri ketika memunculkan theater of mind.

Ketika melihat ada rupa di layar video dan tidak disembunyikan dengan foto profil atau background hitam, sebagai pembicara/ pengajar online, saya merasa dan bisa tahu bahwa saya sedang mengajak bicara seseorang. Tidak frustasi, meraba- raba, "apakah koneksi lancar? Apakah slide presentasi dapat ditampilkan? Apakah materi bisa dipahami?"

Meski respon dari audiens terbatas, hal ini akan membantu secara emosional bahwa proses belajar daring ini berjalan dua arah. Hal ini menjadi penting karena keterbatasan pesan non verbal yang ditampilkan. Kita hanya bisa mengandalkan membaca ekspresi wajah dan tatapan mata sebagai bentuk komunikasi. Karena jika microphone tidak di-mute, tentu akan berisik dan bikin sakit telinga.

Jika kemudian pesan nonverbal "dari kepala hingga bahu ini disembunyikan", bagaimana proses komunikasi ini bisa adil? Belum lagi jika terjadi gangguan di tengah jalan. Ketika layar video terbuka, maka audienspun dapat secara langsung memberikan feed back kepada pengajar. Kendala bisa dicari solusinya.

Seperti komunikasi face- to- face, bukankah akan lebih nyaman ketika seseorang yang kita ajak bicara menatap kita dan tidak membuang muka? Menjaga eye contact akan memunculkan koneksi, empati, dan pertukaran intelektual.

Tentu, saya memahami bahwa gangguan pembelajaran online begitu besar, baik itu jaringan komunikasi, lingkungan atau kelelahan yang di alami individu kala menatap layar kecil terlalu lama atau yang biasa disebut dengan zoom fatigue.

Itu mengapa, memang dibutuhkan skenario yang interaktif dalam sebuah sesi belajar online. Durasi yang tidak terlalu lama, serta menyematkan jeda untuk bisa sekedar minum atau ke kamar mandi bagi pengajar maupun partisipan. Dan syukur- syukur ada giveaway, kalau ada sponsornya, buat hore- hore pengganti biaya pulsa :)




See you on the next blogpost.








Thank you, 


1 comment on "Membangun Empati di Kelas Virtual"

You made it all the way here! Thanks for reading. :)
(Untuk meninggalkan komentar, sebaiknya jangan memilih Anonymous agar tidak menjadi brokenlink dan saya hapus.
Tulis saja nama dan url Google/facebook biar lebih aman)

Auto Post Signature