Etika Berkomunikasi dengan Tuli

26.2.18
Gambar : ozy.com

Saya bertanya kepada mas Bima, beliau dari Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Solo, bagaimana cara berkomunikasi dengan teman Tuli. Hal ini saya tanyakan, berdasarkan pengalaman pribadi saya. Ketika bertemu kawan yang tuli, saya bingung bagaimana etika atau cara yang sopan untuk mengajaknya berinteraksi. 

Beruntung sekali, acara Temu Pendidik yang diadakan Komunitas Guru Belajar Solo Raya, memberi kesempatan untuk belajar dari Mas Bima juga rekan-rekan lain dari Gerkatin. Selain itu, saya juga merasa senang bertemu dengan penggerak lainnya ada Mbak Nina, praktisi Home Schooling dan Mas Arief salah seorang pengajar dari Sragen.

BLOGGER KOTA SOLO

Sebelum memahami bagaimana menggunakan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) dan etika berinteraksi denga rekan tuli, saya mendapatkan satu pembelajaran yang sungguh berarti. 

Saya yang belajar ilmu komunikasi memahami betul bahwa komunikasi yang efektif menuntut kesamaan referensi dan pengalaman antara komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima pesan). Alat komunikasi yang utama adalah bahasa.

Yang jadi pertanyaan saya, lantas bagaimana rekan tuli mempelajari bahasa? Khususnya bagi mereka yang mengalami tuli sejak lahir atau sejak kecil. 

Saya baru memahami bahwa kebanyakan tuli mengalami kesulitan dalam struktur bahasa. Ketika berkomunikasi dengan non tuli/ hearing/ orang yang bisa mendengar, mereka tidak terlalu suka berkomunikasi dengan tulisan. Hal ini karena mereka tidak menguasai EYD dengan baik. Dari cerita yang Mas Bima sampaikan, bahwa sering kali para orang tua  dan guru di sekolah (seperti guru SLB misalnya) menuntut para anaknya yang tuli agar mampu berkomunikasi dengan bahasa oral. Namun, sebenarnya seorang tuli lebih menyukai berkomunikasi dengan bahasa ISYARAT. 

Bahasa oral (cara berbicara non tuli) sering kali menggunakan kalimat-kalimat yang rumit. Hal inilah yang menyulitkan seorang tuli untuk memahami maknanya. Sementara, kemampuan berbahasa mereka terbatas.

Dari sinilah saya memahami, terkadang kita sebagai orang tua atau guru banyak menuntut anak/ murid kita. Mengapa kita tidak memberi kebebasan mereka untuk bebas belajar yang membuat mereka nyaman? Mengapa hanya berfokus pada kekurangan dan mengapa tidak menggali kelebihan lainnya? 

Hal ini termasuk anggapan sebagian orang bahwa mereka yang mengalami keterbatasan fisik tidak dapat meraih prestasi yang tinggi. Tidak bisa kuliah misalnya. Hal ini tentu saja salah. Contohnya Mas Decky dari Gerkatin, dia adalah mahasiswa informatika di fakultas tempat saya mengajar. Dia dapat mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa lainnya hingga meraih gelar sarjana.


Lantas, bagaimana selanjutnya berkomunikasi dengan Tuli? 

Berikut ini ada beberapa panduannya.

1. Berkomunikasi di ruangan yang memiliki pencahayaan yang cukup terang. Dan jangan berbicara dengan tuli dalam posisi membelakangi sumber pencahayaan yang sangat kuat. Hal ini bertujuan agar individu tuna rungu dapat melihat gerak mulut, atau bahasa isyarat dengan jelas.

2. Berbicaralah dengan kecepatan normal dan bukaan mulut yang wajar. Sebaiknya jangan berbicara sambil mengunyah, menggigit atau sambil mengulum sesuatu.

3. Berbicaralah dengan kalimat – kalimat yang sederhana seperti "Saya makan. Saya tidur". Tidak perlu menggunakan kata sambung, kata depan dsb agar lebih mudah dipahami.

3. Bicaralah dalam bahasa yang mudah dimengerti yaitu bahasa Indonesia. Jangan menggunakan istilah asing yang susah dipahami.

4. Berbicaralah dengan menghadapkan wajah ke individu tuli yang sedang diajak berkomunikasi dan pastikan dia dapat melihat wajah dan gerakan bibir anda dengan baik. Selain itu bicaralah dalam posisi kepala tegak dan arah pandangan sejajar dengan arah pandang tunarungu

5. Jika perlu tuliskanlah informasi – informasi penting yang ingin disampaikan.

6. Mintalah keluarga, teman, guru atau penerjemah untuk membantu proses komunikasi bila memungkinkan.

7. Jika berkomunikasi dengan tuli yang tidak memiliki kemampuan berbahasa verbal sebaiknya menggunakan pakai bahasa isyarat.

Untuk informasi lainnya, video di bawah ini dapat memberikan penjelasan lebih lengkap.



Pemahaman istilah

individu tuli disebut dengan "tuli" saja
individu yang bisa mendengar disebut non tuli/ hearing
3 comments on "Etika Berkomunikasi dengan Tuli"
  1. Wah ilmunya bermanfaat sekali mba untuk umum. Jadi, mengingatkan saya pada murid saya dulu yang tunarungu ☺️

    ReplyDelete
  2. Kadang berbicara dg yg mon tuli saja tidak sabar, bagaimana dg bicara dg tuli ya..
    Salut buat orang orang yg peduli dengan tuli.
    Terima kasih sharingnya..

    ReplyDelete

You made it all the way here! Thanks for reading. :)
(Untuk meninggalkan komentar, sebaiknya jangan memilih Anonymous agar tidak menjadi brokenlink dan saya hapus.
Tulis saja nama dan url Google/facebook biar lebih aman)

Auto Post Signature