Dikotomi Kendali, Biar Nggak Gampang Baperan

14.1.20





Mau update foto di instagram tapi takut dikira pamer. Mau mengajukan diri jadi sebagai ketua panitia, tapi nanti dikira temen-temen kita sok-sokan.

Sering memikirkan hal ini? Atau sekarang sedang mengalaminya? Mungkin selama ini kita sibuk dengan persepsi diri kita sendiri. Berusaha menginterpretasikan suatu peristiwa dengan sembarangan. Hasilnya, kita menjadi resah, tertekan, merasa lemah dan tidak aman.

Saya teringat sebuah peristiwa. Saat itu saya sedang berulang tahun ke-17. Seperti kebanyakan gadis remaja, bagi saya ulang tahun ke 17 adalah sesuatu yang saya nantikan. Saya berharap mendapatkan kado sebuah boneka beruang atau mungkin buket bunga dari pacar saya kala itu. Tapi yang terjadi, betapa kaget dan kecewanya ketika akhirnya saya mendapatkan sebuah gelas plastik yang dibungkus dengan tes kresek warna hitam. Itulah hadiah yang saya terima. Saya merasa tidak bahagia.
Tapi bagi pacar saya itu adalah hal luar biasa. Seumur hidupnya dia belum pernah sekalipun memberi hadiah pada perempuan.

Dari hal yang kelihatannya begitu sepele, nyatanya kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan terhadap hal-hal yang ada diluar kendali kita. Di dunia ini banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Termasuk persepsi dan perasaan orang lain.


Dikotomi Kendali


Sebuah prinsip yang menarik dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, Dikotomi Kendali. Dari buku ini saya belajar memahami bahwa semua hal dalam hidup di dunia ini terbagi menjadi 2, yaitu hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan

Hal-hal yang tidak bisa dikendalikan seperti misalnya bencana, cuaca, kemacetan lalu lintas, persepsi orang lain bahkan perasaan pasangan hidup kita sendiri yang sudah kita kenal belasan tahun lamanya. Pernah mungkin kita mengalami akan pergi ke pesta, sudah berdandan rapi, mobil bersih dan tiba-tiba turun hujan. Padahal ketika mengecek aplikasi BMKG diprediksi hujan tidak turun. Lalu kita bisa apa? Marah pada Malaikat Mikail?

Meski demikian, kita masih punya hal-hal yang dapat kita kendalikan. Contohnya seperti persepsi diri sendiri, perasaan diri sendiri, pada dasarnya adalah semua hal yang kita bisa kendalikan dari dalam diri sendiri. 

Saya, perempuan dengan tubuh mungil dengan tinggi 150 cm. Ada suatu masa merasa kurang percaya diri ketika tampil sebagai MC di depan audience. Saya mengkhawatirkan bagaimana penilaian orang lain terhadap fisik saya yang kurang mumpuni.

Hingga suatu titik saya memahami bahwa, saya tidak bisa berbuat banyak dengan tubuh mungil ini. Tidak mungkin melakukan operasi. Saya berusaha mengendalikan dengan memperbaiki penampilan. Memakai highheels,baju dengan garis- garis vertikal, atau memperbaiki body language agar tampak ilusi lebih tinggi, percaya diri dan profesional. Itu yang coba saya lakukan Perkara nanti audience memiliki persepsi lain, saya tidak ambil pusing.

Di sinilah saya rasa sudah berhasil mengatasi insecurity dalam diri. Perasaan lemah dan takut yang semula saya rasakan, dapat dikendalikan.

Jangan Pasrah


Meski banyak hal yang tidak dapat kita kendalikan, tapi kita tidak boleh pasrah. Kita masih dapat mengendalikan sebagian. Ketika mengikuti kompetisi blog misalnya, kita bisa mengendalikan diri kita dengan menulis dengan baik, melakukan riset mendalam, membuat variasi konten seperti video dan infografis sehingga tulisan kita mampu menyajikan informasi dengan detail. Meski penilaian dari juri dan kemenangan adalah hal yang tidak dapat kita kendalikan. Tapi paling tidak kita sudah berusaha semaksimal mungkin.

Kembali dengan dikotomi kendali. Prinsip ini menekankan bahwa kita hanya perlu fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, untuk bisa bahagia. Ketika hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan terjadi, maka tugas kita untuk mencoba berpikir positif dari hal tersebut. Kesannya klise, namun pemikiran itulah yang membuat kita tidak terlalu perfeksionis, tidak setres dan tentu saja tidak baperan.

Saya mengajak rekan saya Bella Zadithya, seorang Social Media Strategist untuk bercerita bagaimana ia mengendalikan insecurity yang pernah ia rasakan.

Seperti biasa, kamu bisa mendengarkannya di podcast The Late Brunch with Sara Neyrhiza di episode Dealing with Insecurity





See you on the next blogpost.






Thank you, 


12 comments on "Dikotomi Kendali, Biar Nggak Gampang Baperan"
  1. Keren postingannya! Terimakasih ya kak sudah berbagi :)

    ReplyDelete
  2. Keren Kak. Postingannya inspiratif...

    ReplyDelete
  3. Aku baca blogpost ini di saat yang tepat banget. Lagi siap-siap berangkat siaran sore, eh malah deras banget hujan di luar. Padahal niat hati mau sekalian pefotoan buat job yang deadlinenya sore besok. Tapi yasudah, gaboleh kesal atau marah, hujan di luar sana ga bisa aku kendalikan kaya kata Kak Sara. Daripada menggerutu, lebih baik nunggu hujan berhenti sambil blogwalking. 😁

    ReplyDelete
  4. Kalo buat saya, jika ngerasa minder misalkan upload foto di sosial media atau sejenisnya dan takut akan dapet pendapat kurang baik. artinya kita belum bisa ngersa bebas.

    ReplyDelete
  5. samaan kak
    aku juga tingginya 150an cm hehe
    dulu ga PD dengan tinggi pas-pasan itu
    tapi
    sekarang aku PD kemana-mana, this is me

    ReplyDelete
  6. Aku pernah banget ngerasa seperti itu mbak, apalagi pas berhubungan dengan upload foto. Pikiran2 semacam itu malah bikin kita gak pede. Takut dengan komentar oranglain. Padahal mah, itu dari diri kita sendiri. Duh aku :(

    ReplyDelete
  7. Tulisan yang sangat menarik. Rasa tidak percaya diri yang tidak segera diatasi akan memicu penurunan kualitas prestasi dan hidup kita. Rasa tidak percaya diri itu adakalanya muncul bukan karena ada sesuatu yang kurang pada diri kita, melainkan kita tidak yakin bahwa apa yang ada di dalam diri kita bisa diterima oleh orang lain. Padahal, belum tentu orang-orang mempunyai persepsi yang sama dengan kita.

    Ah, aku pun berulangkali merasakannya dan masih berjuang meyakinkan diri untuk melakukan yang terbaik kemudian merasa percaya diri dengan itu semua.

    ReplyDelete
  8. We are stronger more than we know. Betul semua ada di dalam diri kita sendiri.

    ReplyDelete
  9. Jadi ini ide podcast juga ya, kak...
    Aku salut banget sama kak Neyrhiza. Deep learning for each pieces of lyfe.

    ReplyDelete
  10. Saya masih suka baperan nih mbak 😁, . Btw, apapun bentuk tubuh kita, tidak semestinya menjudge yg tdk2,justru mesti ditonjolkan prestasi yg menjadi kebisaan kita. Sebab, Tuhan menciptakan makhluknya sudah dgn porsinya masing2

    ReplyDelete
  11. Wah, kak Sara makin mantab dengan podcast. Segera dengar ah, perlu banget ini

    ReplyDelete
  12. Aku dulu termasuk anak yg minderan kak, bahkan sampai sekarang pun sifat kurang pede masih terbawa.. Tapi pelan2 saya coba pelan2 menyingkirkan rasa minder itu dengan menggali potensi dan passion saya, sebagai bekal menikmati hidup yg lebih menyenangkan..

    ReplyDelete

You made it all the way here! Thanks for reading. :)
(Untuk meninggalkan komentar, sebaiknya jangan memilih Anonymous agar tidak menjadi brokenlink dan saya hapus.
Tulis saja nama dan url Google/facebook biar lebih aman)

Auto Post Signature